Imam ash-Shadiq as berkata, “Zikir Lisan itu puja (al-hamd)
dan puji (ats-tsana’), Zikir Jiwa (Dzikr al-Nafs) itu kesungguhan (al-juhd) dan
kemauan yang keras (al-‘ana’), Zikir Ruh itu takut (al-khauf) dan harap
(al-raja’), Zikir Kalbu itu pembenaran (al-shidiq) dan pembersihan
(ash-shifa’), Zikir Akal itu pengagungan (at-ta’zhim) dan malu (al-haya’),
Zikir Ma’rifat itu penyerahan diri (at-taslim) dan rela (ar-ridha’), Zikir Sirr
(Dzikr al-Sirr) itu memandang (al-ru-u’yat) dan berjumpa (al-liqa’)
Tingkatan Zikir Ruh adalah Tingkatan ketika Ruh berzikir
kepada-Allah sampai muncul hasil dari zikirnya itu rasa takut kepada Allah Swt
yang sedemikian rupa sehingga seorang hamba merasa jika ia datang kepada-Nya
dengan kebajikan (birr) dari 2 dunia (jin dan manusia), dia merasa akan tetap
dihukum oleh-Nya dan pada saat yang bersamaan muncul pula rasa harap yang
sedemikian rupa sehingga jika ia datang ke hadapan-Nya dengan dosa 2 dunia,
maka Dia akan tetap mengasihinya (dengan ampunan-Nya)
TINGKATAN KEEMPAT : ZIKIR KALBU (DZIKR AL-QALB),
Imam ash-Shadiq as berkata, ”Zikir Kalbu itu pembenaran (al-shidiq) dan pembersihan (ash-shifa’)”. Tingkatan ini lebih tinggi dari tingkatan sebelumnya. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saww bersabda,
”Janganlah kamu melihat shalat-shalat mereka, puasa-puasa mereka dan banyaknya hajji dan kebaikan mereka, bahkan ibadah malam mereka. Tetapi hendaklah kamu lihat (sejauh mana) kebenaran kata-kata dan penunaian amanat (mereka).”
TINGKATAN KELIMA : ZIKIR AKAL (DZIKR AL-AQL),
Imam al-Shadiq as berkata, ”Zikir Akal itu pengagungan (at-ta’zhim) dan malu (al-haya’)”. Agaknya maksud akal di dalam hadits ini bukanlah sekadar akal rasional, namun akal ke’arifan. Di dalam sebuah hadits lainnya, Imam Ali as berkata, ”Perumpamaan akal di dalam hati (al-qalb) adalah seperti lampu di tengah-tengah sebuah rumah.”
TINGKATAN PERTAMA : ZIKIR LISAN,
Imam ash-Shadiq as berkata, ”Zikir Lisan itu
puja (al-hamd) dan puji (ats-tsana’). Pertama-tama yang mesti dilakukan oleh
seseorang yang sedang melakukan latihan zikir, adalah membiasakan lidahnya
untuk selalu berzikir.
Ia harus senantiasa berzikir tanpa henti di mana pun ia
berada dan kapan pun keadaannya. Pada tingkatan ini, zikir diwujudkan oleh
lisan dalam bentuk pujaan dan pujian yang ditujukan hanya kepada Allah Swt
Kata “al-Hamd – segala puji-” yang diucapkan lidahnya muncul
dari persaksian atas Karunia Allah kepada sang hamba. Sang hamba mesti bersaksi
dan mulai benar-benar menyadari bahwa Dia-lah yang telah melimpahkan semua
karunia yang diterimanya. Oleh karena itu, sang hamba mesti selalu
mentaati-Nya di mana pun dan kapan pun ia berada.
TINGKATAN KEDUA : ZIKIR JIWA (DZIKR AL-NAFS),
Imam al-Shadiq
as mengatakan, ”Zikir Jiwa itu adalah mewujudkan kesungguhan (al-juhd) dan
kemauan yang keras (al-‘ana)”.
Pada tingkatan Dzikr al-Nafs ini, sang pezikir mesti mulai
melatih untuk menguatkan jiwanya dengan kesungguhan dan kemauan yang keras agar
selalu terjaga dari alpa dan kelalaian. Nafs sang hamba mesti senatiasa terjaga
dalam kondisi zikir dan mengingat-Nya. Dengan kesungguhan dan kemauan yang
kuat, sang hamba harus menundukkan nafs (diri) –nya untuk tetap berzikir (baca
: ta’at) kepada Tuhannya.
Seseorang yang berpikir bahwa dirinya akan dapat menyingkap
rahasia-rahasia dan mencapai Hakikat-Nya tanpa bermujahadah (kesungguhan) maka
dia hanyalah berangan-angan. Karena awal perjalanan ruhani itu adalah
mujahadah.
Barangsiapa yang tidak memiliki kesungguhan (mujahadah) di
jalan-Nya niscaya tidak akan memperoleh Cahaya dari-Nya.
Kehendak dan kesungguhan adalah esensi kemanusiaan dan
kriteria kebebasan manusia. Perbedaan derajat manusia adalah sesuai dengan
perbedaan tingkat kehendak dan kesungguhan masing-masing manusia.
Dengan kata lain tingkat kemanusiaan (insaniyyah) seseorang
dapat diukur dari kuat lemah kesungguhan dan kemauan diri (nafs)-nya untuk
tidak lalai dan senantiasa mengingat-Nya di dalam mencapai peringkat-peringkat
ruhani di jalan-Nya.
“Dan orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) di jalan
Kami niscaya benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.
Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik
(ihsan)” (QS 29 : 69)
TINGKATAN KETIGA : ZIKIR RUH, Imam ash-Shadiq as berkata,
”Zikir Ruh itu takut (al-khauf) dan harap (al-raja’)”.
Sesungguhnya tingkatan (maqam) “khauf dan raja’” ini
merupakan tingkatan ruhani yang cukup tinggi. Karena tidak akan muncul rasa
takut di dalam hati seseorang melainkan karena kesempurnaan pengetahuannya
tentang Tuhan. Al-Qur’an Yang Mulia mengatakan, ”Sesungguhnya yang takut kepada
Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang memiliki ilmu” (QS 35
: 28).
Hanya mereka yang memiliki ilmu yang bermanfaatlah yang
memperoleh rasa takut kepada Tuhannya Yang Maha Perkasa.
Namun rasa takut tidaklah hanya terungkap di dalam kata-kata
atau munajat, tetapi juga mewujud di dalam setiap amal perbuatan dan
ibadah-ibadahnya.
Imam Ali as berkata, ”Aku heran dengan orang yang (mengaku)
takut pada siksa (Neraka) tetapi ia tidak menahan diri (dari dosa). Dan aku
heran dengan orang yang mengharapkan ganjaran pahala (tsawaab) namun ia tidak
bertaubat dan melakukan amal shalih."
Dan adapun orang-orang yang takut kepada kedudukkan Tuhannya
dan menahan dirinya dari hawa nafsu maka Surga-lah tempat tinggalnya (QS 79 :
40-41)
Imam ash-Shadiq as berkata, ”Zikir Kalbu itu pembenaran (al-shidiq) dan pembersihan (ash-shifa’)”. Tingkatan ini lebih tinggi dari tingkatan sebelumnya. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saww bersabda,
”Janganlah kamu melihat shalat-shalat mereka, puasa-puasa mereka dan banyaknya hajji dan kebaikan mereka, bahkan ibadah malam mereka. Tetapi hendaklah kamu lihat (sejauh mana) kebenaran kata-kata dan penunaian amanat (mereka).”
Jangan sampai kita tertipu karena kita hanya mengandalkan
amalan lahiriyah kita (fiqih) namun melupakan amalan batiniyah (akhlaq). Banyak
kita lihat orang-orang yang rajin melakukan shalat, berpuasa bahkan pergi hajji
berkali-kali ke Baitullah namun ternyata mereka adalah para pendusta, penipu,
koruptor dan para pengkhianat bangsa dan agama. (Kita berlindung dari amalan
yang seperti itu).
Syahadat yang kita ucapkan di dalam shalat kita, sudah
semestinya tidak hanya diucapkan dengan lidah saja, syahadat juga mesti
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Imam Ali as mengatakan di dalam khutbahnya, ”Pokok pangkal
agama itu adalah mengenal Allah, dan kesempurnaan dari ma’rifat kepada-Nya
adalah pembenaran atas-Nya, dan kesempurnaan dari pembenaran atas-Nya adalah
meng-Esakan-Nya dan kesempurnaan peng-Esa-an-Nya adalah mengikhlashkan
(pengabdian) kepada-Nya, dan kesempurnaan dari pengikhlashan kepada-Nya adalah
menafikan semua sifat yang dinisbatkan kepada-Nya.”
Zikir Kalbu ini adalah pembenaran atas ke-Esa-an-Nya, yaitu
ketika sang pezikir sudah mencapai maqam musyahadah (penyaksian). Sang pezikir
menyaksikan dengan mata batinnya akan Wujud-Nya Yang Tunggal sehingga ia pun
membenarkan Sang Realitas seraya membersihkan hatinya dari penisbatas
sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya.
“Maha Suci Tuhanmu Yang Memiliki Keperkasaan dari apa yang
mereka sifatkan (kepada-Nya)” (QS Al-Shâffât 37 : 180)
Imam al-Shadiq as berkata, ”Zikir Akal itu pengagungan (at-ta’zhim) dan malu (al-haya’)”. Agaknya maksud akal di dalam hadits ini bukanlah sekadar akal rasional, namun akal ke’arifan. Di dalam sebuah hadits lainnya, Imam Ali as berkata, ”Perumpamaan akal di dalam hati (al-qalb) adalah seperti lampu di tengah-tengah sebuah rumah.”
Akal yang berada dalam hati ini hanya bisa bercahaya dan
menyinari alam syuhud dan alam ma’nawi jika ‘digosok’ dan ‘dipoles’ dengan
tadzakkur dan tafakkur.
Cahaya akal ini akan menyingkap tabir-tabir kegelapan yang
menutupi diri sang pejalan ruhani dari Al-Haqq sehingga ia dapat menyaksikan
Keagungan (al-Jalal)-Nya dan Keindahan(Al-Jamal)-Nya dan terpancarlah rasa
pengagungan (ta’zhim) kepada-Nya.
Sebiji mata yang melihat lebih baik ketimbang ratusan
tongkat orang buta. Mata dapat membedakan permata dari kerikil (Rumi, Matsnawi
VI : 3785)
TINGKATAN KEENAM : ZIKIR MA’RIFAT,
Imam al-Shadiq as
mengatakan, ”Zikir Ma’rifat itu penyerahan diri (at-taslim) dan rela
(ar-ridha’)”. Zikir ini lebih tinggi dari Zikir Akal. Setelah tadzakkur dan
tafakkur muncullah ma’rifat. Ma’rifat kepada-Nya inilah yang membuatnya
terdorong untuk berserah diri secara total (taslim) dan rela atas segala
tindakan dan keputusan-Nya atas dirinya.
Imam al-Shadiq as berkata, ”Sesungguhnya manusia yang paling
mengenal Allah adalah mereka yang ridha akan Qadha (ketentuan) Allah ‘Azza wa
Jalla.”
Di dalam sebuah Hadits Qudsi disebutkan bahwa Allah ‘Azza wa
Jalla berfirman kepada Nabi Musa as : “Sesungguhnya engkau sekali-kali tidak
akan mampu mendekati-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai ketimbang sikap
ridha dengan Ketentuan (Qadla’)–Ku
Dan melalui penyingkapan–diri-Nya di dalam pancaran cahaya,
Dia menunjukkan keterbatasan kemampuan (penglihatan) mata serta kekuatan
rasional, menjadikannya melampaui kekuatan (penglihatan) mata Jadi, segala
sesuatu memiliki keterbatasan, hanya Tuhan yang memiliki Kesempurnaan Esensi
(Ibn ‘Arabi, Futuhat al-Makkiyyah II : 632.29)
TINGKATAN KETUJUH : ZIKIR SIRR,
Imam al-Shadiq as berkata,
”Zikir Sirr itu memandang (al-ru-u’yat) dan berjumpa (al-liqa’)”.
Inilah tingkatan zikir yang paling tinggi! Tapi apakah
sebenarnya Sirr itu? Sebagian kaum ‘urafa menyebut Sirr (Rahasia) sebagai Habb,
yang secara harfiah berarti biji. Sirr atau Habb ini merupakan inti dari Lubb.
Dan Lubb ini adalah inti dari Qalb (hati)
Jadi, Sirr adalah bagian yang terdalam dan terhalus dari
hati. Habb atau Sirr inilah tempat bersemayamnya Cinta yang bersifat
ruhani. (Hubb)
Adapun Zikir Sirr adalah Zikir yang muncul setelah tahapan
Zikir Ma’rifat terlampaui. Jika seorang pezikir telah sepenuhnya berserah diri
dan ridha kepada semua Qadla-Nya maka sampailah ia pada tahapan memandang Yang
Terkasih setelah berjumpa (liqa’)dengan-Nya, yang kemudian Cinta (Mahabbah) pun
bersemi.
Imam Ali al-Murtadha as bermunajat: Ya Allah, Tuhanku…
Engkaulah yang paling terpaut pada pencinta-Mu Dan yang paling bersedia
menolong orang-orang yang bertawakkal kepada-Mu. Engkau melihat, Engkau menguji
rahasia-rahasia (saraa-i-rihim) mereka, dan mengetahui apa yang bersemayam
dalam kesadaran mereka, dan menyadari sampai ke tingkat penglihatan batin
mereka. Akibatnya rahasia-rahasia mereka terbuka bagi-Mu, dan kalbu-kalbu
mereka memuji-Mu dalam kerawanan yang sungguh-sungguh. Dalam kesunyian, teman
dan pelipur lara mereka adalah dengan berzikir kepada-Mu dan penderitaan,
bantuan-Mu adalah pelindung mereka.
No comments:
Post a Comment